Nyanyian dari Balik Jeruji: IJH Bongkar Gurita Pungli Dana Desa di Paluta, Aliran ‘Uang Teken’ 2 Persen Diduga Libatkan Camat hingga Oknum Pemdes



MEDAN—Skandal dugaan pungutan liar (pungli) Dana Desa di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) kian membuka tabir gelap praktik pemerasan dalam jabatan yang diduga berlangsung sistematis dan terstruktur. Indra Jalil Harahap (IJH), Kepala Desa Batang Onang Baru yang kini berstatus tersangka dan ditahan di Rutan Tanjung Gusta Medan sejak 10 Desember 2025, mulai “bernyanyi” dari balik jeruji besi.


Dalam keterangannya, IJH membongkar adanya skema setoran wajib bertajuk “uang teken” sebesar 2 persen dari total anggaran Dana Desa, yang diduga dipungut dari seluruh Kepala Desa di Kecamatan Batang Onang. Setoran tersebut, menurut IJH, diarahkan kepada Camat Batang Onang berinisial HYN dengan dalih klasik: “uang keamanan.”


Setoran Tunai, Dijemput ke Rumah Kades


Aroma kesengajaan untuk menghindari jejak hukum tercium kuat dari pola penyetoran dana tersebut. IJH mengungkapkan, uang tidak ditransfer melalui rekening, melainkan diserahkan secara tunai (cash). Bahkan, uang itu diduga dijemput langsung ke rumah-rumah Kepala Desa oleh orang kepercayaan Camat, yakni Kasi Pembangunan dan staf kecamatan.


Pola ini dinilai memperlihatkan indikasi kuat adanya pemerasan jabatan yang dilakukan secara rapi dan berulang, dengan memanfaatkan posisi struktural camat sebagai kepanjangan tangan pemerintah daerah.


Pungli Berkedok Bimtek di Hotel Mewah


Tak berhenti pada potongan 2 persen, IJH juga membeberkan praktik pungutan tambahan yang tak kalah mencengangkan. Setiap desa disebut diwajibkan menyetor Rp30 juta, dengan rincian Rp10 juta per orang untuk tiga orang perwakilan desa.


Dana tersebut dikumpulkan oleh oknum di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Pemdes) Paluta, dengan dalih kegiatan atau bimbingan teknis (bimtek). Kegiatan ini disebut-sebut dilaksanakan di sejumlah hotel di Kota Medan, seperti Hotel Grand Antares, Antares, dan Hotel Danau Toba.


Jika dihitung secara kasar, dengan jumlah 368 desa se-Kabupaten Paluta, potensi perputaran uang dari skema ini diperkirakan mencapai miliaran rupiah, menimbulkan pertanyaan besar: siapa sebenarnya yang menikmati dana tersebut?


Kades Dipenjara, Pejabat Diduga Bungkam


Ironisnya, ketika IJH mulai terseret perkara hukum, sikap para pejabat yang diduga menikmati setoran justru memilih bungkam. IJH mengaku telah beberapa kali mencoba menghubungi Camat HYN, namun pesan hanya dibaca tanpa balasan.


Kondisi ini memperkuat dugaan publik bahwa hukum kembali tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Kepala Desa satu per satu dijerat, sementara pejabat struktural yang diduga menjadi pengendali skema pungli belum tersentuh.


Siap Bongkar di Persidangan


IJH menegaskan komitmennya untuk membuka seluruh fakta di hadapan majelis hakim. Ia menyatakan siap membeberkan nama-nama, mekanisme setoran, serta aliran dana dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Medan.


> “Semua akan saya ceritakan secara detail pada saat persidangan nanti. Tidak ada yang akan saya tutupi,” tegas IJH, Kamis (18/12/2025).




Ia juga menyatakan kesiapannya menjadi whistleblower, demi memastikan kasus ini tidak berhenti pada level Kepala Desa semata.


Ujian Integritas Aparat Penegak Hukum


Kasus ini menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum. Publik mendesak agar Kejaksaan dan aparat terkait tidak tebang pilih, serta berani menelusuri dugaan keterlibatan camat, oknum Pemdes, hingga kemungkinan aliran dana ke aktor yang lebih tinggi.


Jika benar praktik ini berlangsung bertahun-tahun dan melibatkan seluruh kecamatan di Paluta, maka skandal ini bukan lagi kasus individu, melainkan kejahatan berjamaah yang merampok hak rakyat desa secara sistematis.


Publik kini menunggu: apakah hukum akan benar-benar berdiri tegak, atau kembali tunduk pada kekuasaan?.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama